RUGAIYA A SAMBODI (2023) Panjila ( Pengobatan Tradisional Di Suku Bare'e Desa Sansarino Kecamatan Ampana Kota). Sarjana thesis, Universitas Tadulako.
Full text not available from this repository.Abstract
PANJILA (PENGOBATAN TRADISIONAL DI SUKU BERE’E DESA SANSARINO KECAMATAN AMPANA KOTA)
RUGAIYA A. SAMBODI
rugaiyaasambodi@gmail.com
Program Studi Antropologi Universitas Tadulako
ABSTRAK
?Pengobatan berbagai jenis penyakit, dengan metode medis modern pada umumnya adalah pengobatan yang biasa atau sering dilakukan oleh kalangan masayarakat diseluruh Indonesia. Akan tetapi tidak semua jenis penyakit dapat disembuhkan dengan metode medis modern. Pada masyarakat Suku Bare’e, yang mendiami kawasan Desa Sansarino, Kecamatan Ampana Kota adalah salah satu contoh dari sekian banyak daerah yang masih mempertahankan metode pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif yang sering disebut dengan nama Panjila (menjilat). Pengobatan alternatif panjila masih dipertahankan oleh masyarakat sampai dengan sekarang. Tergolong pengobatan secara non medis, panjila hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan pengobatan tersebut. Masyarakat yang berada di Desa Sansarino biasnaya menyebutnya dengan nama to panjila (dukun/pengobat).
Dalam praktek pengobatan alternatif panjila, biasanaya akan dilakukan oleh masyarakat, jika sudah terlebih dahulu datang berobat kepada Dokter, akan tetapi tidak mendapatkan hasil yang diinginkan (sembuh), barulah akan mencoba pengobatan alternatif panjila. Ada juga beberapa masyarakat yang langsung datang berobat panjila tanpa ke Dokter terlebih dahulu. Terkadang faktor jarak dan juga mahalnya biaya untuk pengobatan secara medis menjadi alasan tersendiri bagi masyatakat sehingga memilih pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif panjila, pada dasarnya mengobati pasien yang mengalami pembekuan darah pada salah satu bagian anggota tubuh, atau yang mengalami sakit kepala tak kunjung sembuh. Pembekuan darah biasnaya diakibatkan oleh benturan keras atau mengalami kecelakaan. Pada tahap proses pengobatan panjila, tentunya memerlukan beberapa media (bahan) yang diperlukan untuk proses pengobatan. Daun jagung kering, Pinang, Daun Siri, Kapur Siri, dan Kain Putih, adalah ke5 (lima) bahan yang harus disediakan sebelum melakukan pengobatan. Yang mana masing-masing dari ke5 (lima) bahan tersebut, memiliki fungsinya masing-masing. Pada saat pengobatan, daun jagung kering menjadi bahan paling penting bagi pasien, karena sebagai wadah (tempat) untuk menyerap darah yang dikeluarkan dari pembekuan darah. Pinang, daun siri, kapur siri, menjadi bahan penting bagi to panjila, karena ke3 bahan tersebut akan menjadi bahan konsumsi (dikunyah) untuk to panjila, dan sekaligus menandakan proses pengobatan akan segera dilakukan. Kain putih sendiri menjadi wadah untuk membuang hasil kunyahan dari 3 (tiga) bahan sebelumnya. Praktek pengobatan alternatif panjila tidak didaptkan begitu saja, akan tetapi diturunkan langsung dari orang tua terdahulu terhadap anaknya, sehingga masih dapat dipertahankan sampai dengan sekarang.
Kata Kunci : Panjila, Pengobatan Tradisional, Etnis Bare’e,
Pendahuluan
Sistem medis tradisional disebut juga etnomedicine dalam (Foster Anderson, 2013:6) yakni “kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari kebudayaan asli yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual kedokteran modernâ€. Penelitian sistem medis tradisional dalam penelitian ini merujuk pada sistem pengetahuan praktisi Pak Endog dalam menentukan, mendefinisikan, merawat dan memelihara kesehatan untuk pasien. Baik yang berhubungan dengan masalah etiologi penyakit (penyebab suatu penyakit) maupun perawatan kesehatannya kepada pasien menggunakan daun jagung kering. Pengobatan tradisional merupakan pengobatan yang berasal dari daerah lokal yang diturunkan secara turun-temurun biasanya dari nenek moyangnya. Akan tetapi pengobatan tradisional ini juga bisa terdifusi dari suatu daerah ke daerah yang lain. Pengobatan tradisional sering memainkan peranan penting dalam pengembangan kebangsaannasional, karena ia dapat melambangkan masa silam negara yang bersangkutan dan tingkatan kebudayaannya di masa (Foster Anderson, 2013:57).
Masih banyak masyarakat yang memilih pengobatan alternatif atau tradisional sebagai langkah untuk menyembuhkan penyakitnya, disamping menggunakan penyembuhan medis. Keberadaan dukun juga masih berguna bagi masyarakat sekitar. Bentuk kesehatan alternate (alternatif) dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dari segi sosial, psikologi, dan mungkin pula organik, yang bagi beberapa orang tidak berhasil diperolehnya dari dokter maupun dari pelayanan kesehatan yang berkaitan. Dukun memiliki kemampuan tersendiri untuk menyembuhkan pasiennya, yang menggunakan metode yang berbeda dari metode yang digunakan oleh dokter.
(Etjang, 1979:21) Berbicra tentang penyakit dan penymbuhan hal ini tidak trlepas dengan adanya upaya yang berbeda yang timbul dari dalam diri mausia itu sendiri untuk melakukan berbagai metode pengobatan dalam proses penyembuhannya, selanjutnya dikemukakan manusia dalam pemeliharaan kesehatan an melakukan pengobatan melalui tiga cara yaitu:
1. Pengobatan secara individual
Dimana manusia harus jeli melihat lingkungannya dari wabah peyakit setempat atau menyiapkan sendiri berbagai macam pengobatan.
2. Pengobatan secara modern
Pemeliharaan kesehatan semacam ini, masyrakat dapat mengikuti program pemerintah dengan melakukan hubungan secara aktif dngan petugas kesehatan.
3. Pengobatan tradisional
Dalam hal ini proses penyembuhan dengan mengunakan obat-obat yang berasal dar tumbuh-tumbuha atau langsung meminta pengobata kepada dukun yang ada.
Berdasarkan metode pengobatan di atas masyarakat lebih memilih pengobatan individual dan pengobatan secara tradisonal. Manusia akan mempergunakan pengetahuanya untuk menghadapi penyakit dan bagaimana melakukan pencegaha penyakit tersebt dn menyesuaikan dengan keterapilan yang harus dipunyainya untuk menciptakan strategi baru dalammenghadapi penykit, serta praktek-praktek yang di lakukan dalam pengobatan,bgitu juga pengetahuan-pengetahuan yang di miliki untuk menyembuhkan penyakit.
Gerungan (1987) mengemukakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah kesehatan. Penyembuhan tradisional oleh dukun adalah bentuk budaya yang berkembang di masyarakat pedesaan, terlebih di masyarakat kelompok suku bangsa sehingga memengaruhi perilaku manusia dalam membuat keputusan pengobatan. Perilaku pencarian kesehatan adalah hasil dari interaksi yang kompleks dan holistik oleh individu dengan lingkungan yang memengaruhi mereka dan layanan kesehatan yang ada (Sudrajat dkk., 2016). Selanjutnya, Siregar dan Suratmin (1991) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat Bali lebih memilih pengobatan tradisional karena model pengobatan tradisional menggabungkan sumber biologis dengan budaya.
Jumlah spesies tanaman obat yang melimpah di Indonesia membuat penggunaan pengobatan tradisional oleh individu dalam rumah tangga telah dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang hingga sekarang, kebiasaan ini telah menjadi warisan budaya bangsa Indonesia. Pengobatan tradisional masih digunakan oleh individu dalam rumah tangga dikarenakan beberapa faktor yang menunjang yaitu pengalaman yang sebelumnya didapat oleh orang tua yang telah turun temurun digunakan, tidak merepotkan atau lebih praktis karena bahan yang digunakan dapat langsung diperoleh dari alam yang ada di sekitar rumah, pengobatan tradisional tidak mengeluarkan biaya, serta manfaat yang dirasakan yaitu ramuan tradisional yang dikonsumsi beserta bantuan pengobatan dari dukun dapat mrngurangi rasa sakit (Gazali, dkk, 2011).
Pengobatan secara non medis atau pengobatan alternatif, pun masih dipertahankan oleh masyarakat sampai dengan sekarang. Pengobatan dalam masyarakat ini, dilakukan dengan cara-cara yang berlaku di masyarakat itu sendirin. Salah satunya adalah pengobatan tradisional yang berada pada wilayah administrasi Kabupaten Tojo Una-una, lebih tepatnya berada di Desa Sansarino, Kecamatan Ampana Kota, yang sering disebut dengan nama Panjila (menjilat). Praktek pengobatan tradisional, atau yang lebih kita kenal dengan pengobatan alternatif, biasanya hanya berlaku pada satu wilayah tertentu saja. Hal tersebut dipengaruhi oleh sistem kepercayaan yang berlaku pada lingkungan mereka. Panjila menjadi salah satu pengobatan alternatif yang paling dikenal pada wilayah Kab. Tojo Una-una. Hal tersebut tentunya tidak berlaku begitu saja, akan tetapi berlandaskan hasil-hasil pengobatan yang sudah pernah dipraktekkan sebelumnya. Pengobatan alternatif panjila, hampir sama dengan pengobatan alternatif lainnya, yang masih menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam. Seperti daun jagung kering, pinang, kapur siri, daun siri, dan kain putih. Tentunya dari ke 5 (lima) bahan tersebut tidak sulit untuk ditemukan. Pada pengobatan alternatif dimasing-masing daerah, pastinya memiliki cara pengobatan yang berbeda dan menangani penyakit berbeda pula. Pada pengobatan alternatif panjila di Suku Bare’e yang berada di Desa Sansarino, lebih di fokuskan pada pengobatan pembekuan darah dan juga sakit kepala yang tak kunjung sembuh. Pembekuan darah biasanya dialami dari benturan keras ataupun kecelakaan bermotor. Bagi orang yang mengobati penyakit tersebut, masyarakat biasanya menyebutnya dengan sebutan To panjila. Yang mana pengetahuan pengobatan alternatif tersebut, didaptakan turun temurun dari keluarga atau orang tua terdahulu. Hal tersebut menjadi salah satu cara untuk tetap terus mempertahankan keturunan dalam hal ini pengetahuan pengobatan alternatif panjila. Dalam proses pengobatan panjila, biasnaya pasien akan datang sampai 2-3 kali dalam sebulan, tergantung proses penyembuhan penyakit yang dialami oleh pasien.
Metode
?Artikel ini menggambarkan bagaimana deskripsi tentang cara pengobatan alternatif panjila dan juga cara mempertahankan tradisi pengobatan tersebut agar tetap terjaga pada masyarakat Suku Bare’e yang berada di Desa Sansarino, Kecamatan Ampana Kota, Kabupaten Tojo Una-una. Proses pengambilan data dalam penulisan ini di lakukan dengan cara turun langsung ke lapangan, yaitu melihat seluruh proses atau alur pengobatan alternatif panjila yang dilakukan oleh to panjila terhadap pasien. Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara melihat studi kepustakaan, pengamatan, wawancara mendalam dan dokumentasi lapangan. Agar supaya data yang penulis dapatkan dilapangan dapat di kelola kembali dan menjadi data yang akurat.
Hasil
A. Deskripsi Pengobatan Tradisional Panjila
Dalam menjalankan proses pengobatan alternatif panjila, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan terlebih dahulu. Seperti :
1. Bahan-Bahan Yang Digunakan Dalam Pengobatan Panjila
Dalam proses pengobatan alternatif, tentunya memerlukan media (bahan) yang diperlukan dalam pengobatan. pengobatan panjila pun demikian. Ada beberapa bahan yang harus disediakan terlebih dahulu sebelum melakukan panjila, dianataranya yaitu Daun jagung kering, pinang, daun siri, kapur siri, dan kain putih. Yang mana masing-masing dari ke 5 (lima) bahan tersebut memiliki fungsi tersendiri.
? Daun jagung kering untuk digunakan untuk pasien
? Pinang, daun siri, kapur siri, kain putih, digunakan untuk to panjila
Daun jagung kering difungsikan terhadap pasien, untuk menyerap darah yang keluar dari hasil panjila (menjilat) yang dilakukan oleh to panjila terhadap pasien. darah yang berhasil dikeluarkan tersebut biasanaya pembekuan darah dan juga sakit kepala yang tak kunjung sembuh yang dialami oleh pasien. Sementara pinang, daun siri, kapur siri, akan menjadi bahan konsumsi (dikunyah) oleh to panjila, yang mana hal tersebut juga menandakan bahwa proses pengobatan sudah berjalan. Kain putih menjadi wadah (tempat) untuk membaung hasil kunyahan dari ke 3 (tiga) bahan sebelumnya.
2. Cara Pengobatan Alternatif Panjila
Sebelum dilakukannya pengoabatan panjila, ada beberapa tahap yang harus dilakuakan terlebih dahulu sebelum masuk pada tahap pengobatan.
? Tahap Konsultasi :
Pada tahap ini, pasien akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan to panjila sebelum dilakukannya pengobatan.
? Persiapan Pengobatan :
Dalam tahap ini, seperti penjelasan diatas sebelumnya, yaitu untuk menyiapkan berbagai bahan yang dibutuhkan untuk proses pengobatan, seperti daun jagung kering, pinang, daun siri, kapur siri dan kain putih.
? Tahap Pengobatan :
Setelah melalui beberapa persiapan, seperti tahap persiapan yang membutuhkan bahan-bahan dari alam sebagai bahan utama dalam proses pengobatan panjila, barulah tahap pengobatan akan segera dilakukan. Dalam proses pengobatan panjila, terbagi lagi dalam beberapa persiapan, seperti menyiapkan tempat tidur (tikar) untuk pasien, dan menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti daun jagung kering, pinang, kapur siri, daun siri, yang ditempatkan dalam satu wadah (baki) yang sama. Jika semua persiapan tersebut telah selesai disiapkan, barulah proses pengobatan akan segera dilakukan. Setelah pasien yang akan diobati tersebut sudah berbaring, kemudian akan diletakan bahan-bahan alam yang sudah disiapkan pada wadah (baki) sebelumnya, baik diletakan pada sisi kiri atau sisi kanan pasien. Penempatan bahan-bahan alam untuk pengobatan tersebut, tidak harus diletakan pada bagian posisi tertentu entah bagian kiri atau kanan pasien. Dalam proses pengobatan panjila yang sudah pernah dilakukan, biasanya peletakan baki ditentukan oleh dibagian mana pasien mengalami sakit. Seperti misalnya pasien mengalami sakit pada bagian kepala, baki tersebut akan diletakan pada bagian atas kepala pasien. Sementara to panjila, akan mengambil posisi duduk berdekatan langsung dengan bagian sakit yang dialami oleh pasien. jika pasien mengalami pembekuan darah pada kaki bagian kiri, maka to panjila akan berada dekat dengan bagian kaki yang sakit sebelah kiri. Pun dengan bagian sakit lainnya, to panjila akan menyesuaikan tempat duduknya sesuai dengan lokasi bagian sakit yang dialami pasien.
To panjila, sangat perlu berdekatan langsung dengan bagian yang sakit yang dialami oleh pasien. hal tersebut bertujuan untuk memudahkan to panjila dalam menjangkau bagian yang sakit, yang mana pada bagian sakit tersebut akan dilakukannya praktek pengobatan. Perlunya berdekatan dengan bagian yang sakit, dikarenakan to panjila diharuskan untuk bersentuhan langsung dengan bagian yang sakit. Pada bagian yang sakit diperlukan berkontak langsung dengan to panjila, agar supaya to panjila mengetahui pada bagian mana saja yang perlu untuk diobati. Pada bahan-bahan yang sudah tersedia, akan dipisahkan lagi dalam tahap penggunaannya. Pinang, daun siri, dan kapur siri, akan terlebih dahulu diambil oleh to panjila dari baki tersebut. Beberapa bahan yang sudah diambil, kemudian akan dikunyah (di olah dalam mulut) langsung oleh to panjila. Jika to panjila sudah mulai mengunyah ke 3 (tiga) bahan tersebut, itu menandakan proses pengobatan panjila sudah sementara berjalan. Dalam proses pengunyahan bahan-bahan pengobatan, biasanaya akan memakan waktu selama kurang lebih 4-5 menit. Yang mana dalam proses pengunyahan bahan tersebut, haruslah tercampur menjadi satu yang mengahsilkan atau mengeluarkan warna merah dari dalam mulut to panjila hasil mengunyah ke 3 (tiga) bahan tersebut.
Setelah selesai dikunyahnya bahan-bahan tersebut selama 4-5 menit, dilanjutkan pada proses berikutnya, yaitu proses penjilatan (panjila). Yang mana pada proses ini, penjilatan akan dilakukan pada bagian yang sakit yang dialami oleh pasien. Pada bagian penjilatan yang dilakukan, dibutuhkannya lagi 1 (satu) bahan yang sudah disediakan sebelumnya, yaitu daun jagung. Proses pengobatan panjila (penjilatan), tidak dilakukan dengan berkontak langsung pada bagian sakit yang dialami oleh pasien. Daun jagung yang sudah disediakan sebelumnya, akan diletakan pada bagian yang sakit, yang mana daun jagung yang sudah kering tersebut akan menjadi perantara antara to panjila dan bagian yang sakit. Jika daun jagung kering sudah diletakan pada bagian sakit tersebut, to panjila akan segera menjilat (panjila) yang diperantarai langsung oleh daun jagung kering. To panjila, hanya akan menjilat diatas daun jagung kering tersebut, dan tidak akan menjilat langsung pada bagian badan yang sakit. Pada tahap menjilat yang dilakukan oleh to panjila, tidak ditentukannya waktu berapa lama proses menjilat dilakukan. Sakit pada bagian kepala, kaki, tangan dan bagian badan lainnya, masing-masing memiliki waktu yang berbeda-beda. Proses menjilat akan terus dilakukan oleh to panjila, jika masih merasakan ada sesuatu yang masih tersisa pada bagian yang sakit. Salama belum didapatkannya hasil pada bagian yang sakit tersebut, proses menjilat akan terus berlangsung. Sebaliknya, jika sudah berhasil mengeluarkan atau mengobati pasien, maka proses menjilat segera dihentikan. Dalam proses menjilat yang dilakukan oleh to panjila, bahan-bahan yang sebelumnya sudah dikunyah, akan dikeluarkan sesuai dengan keinginan to panjila, yang kemudian akan dikunyah kembali. Hasil kunyahan dari bahan-bahan tersebut menghasilkan warnah merah, yang mana warnah merah tersebut akan nampak jelas kelihatan diatas jilatan to panjila pada daun jagung yang menjadi perantara dengan pasien.
Dilakukannya proses menjilat tersebut, akan dilakukan selama beberapa kali (tidak ditentukan), selama to panjila masih merasa ada yang masih tersisa pada bagian yang sakit, maka proses menjilat akan terus dilakukan. Beberapa kali dalam proses menjilat, to panjila akan membuang hasil jilatan. Dalam proses menjilat tersebut, to panjil akan sering mengganti daun jagung kering yang diletakan pada bagian sakit yang diderita pasien. daun jagung kering tersebut akan digantikan dengan daun jagung kering baru, apabila to panjila sudah membuang hasil menjilat yang dilakukan pada pasien. hal tersebut akan tersu dilakukan selama proses pengobatan berlangsung. Daun jagung kering difungsikan dalam pengobatan panjila sebagai penyerap darah pada pembekuan darah (sakit) oleh pasien. Jika to panjila sudah menjilat diatas daun jagung kering, pada saat tersebut juga darah akan terserap keatas oleh daun jagung kering. Dalam tahap ini, to panjila akan merasakan dengan sendirinya, jika sudah waktunya membuang hasil menjilat pada pasien, maka akan dibuangnya hasil menjilat tersebut. Dibutuhkannya kain putih yang menjadi salah satu bahan yang diperlukan dalam pengobatan panjila, yang mana akan digunakan sebagai wadah (tempat) untuk to panjila membuang hasil jilatan yang dilakukan pada pasien. Hal ini akan terus dilakukan, sampai dengan to panjila merasa sudah tidak ada lagi darah yang keluar, barulah proses menjilat diberhentikan.
Dalam proses membuang hasil menjilat terhadap pasien, bahan-bahan yang dikunyah menjadi satu sebelumnya akan ikut keluar jika to panjila membuang hasil menjilat diatas daun kering pada pasiennya. Bahan-bahan tersebut tidak akan sepenuhnya keluar dalam sekali buang, to panjila biasanya akan membagi dalam mulutnya bahan-bahan yang sudah tercampur tersebut, untuk dikeluarkan atau dibuang dalam beberapa kali. To panjila, biasanya akan kehabisan bahan-bahan yang kunyahannya tersebut, akan tetapi tidak memberhentikan praktek panjila. Malahan to panjila, akan terus menjilat sampai dengan sudah tidak adanya darah yang keluar. Hasil yang didapati oleh to panjila dari proses menjilat pasien, ada berbagai macam jenis. Seperti sisa serpihan kayu, serpihan batu, dan tentunya darah yang berhasil keluar dari pembekuan darah.
3. Waktu Pengobatan
Dalam praktek pengobatan alternatif yang berada pada masing-masing daerah, tentunya memiliki perbedaan baik pada cara pengobatan, waktu pengobatan dan juga kebutuhan bahan-bahan yang diperlukan dalam pengobatan. Pada pengobatan alternatif panjila sendiri, memiliki penentuan waktu khusus untuk dilaksanakannya proses pengobatan. Penentuan waktu tersebut, hanya dibagi dalam 3 (tiga) waktu saja, yaitu pagi hari, sore hari dan malam hari. pada proses pengobatan panjila. Bagi pasien yang baru saja melakukan pengobatan alternatif panjila, tidak akan langsung merasakan kesembuhan begitu saja. Cara penyembuhan penyakit (pembekuan darah), dengan metode pengobatan alternatif, akan cukup memakan waktu selama 1 (satu) bulan. Dalam rens waktu 1 (satu) bulan tersebut, biasanya pasien akan selalu datang kepada to panjila untuk melakukan proses pengobatan berikutnya.
Selama pasien merasakan sakit kembali pada bagian yang sudah selesai di obati sebelumnya, pasien diwajibkan untuk datang kembali kepada to panjila untuk melakukan pengobatan. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, biasanya pasien akan terus mendatangi to panjila sebanyak 3 (tiga) kali sampai to panjila mengatakan proses pengobatan sudah selesai dilakukan atau sudah tidak ada lagi terdapat pembekuan darah pada bagian yang sakit. Mendatangi to panjila sebanyak 3 (tiga) kali dalam waktu 1 (satu) bulan, tidak untuk semua pasien. Biasanya pasien yang datang berobat sampai 3 (tiga) kali tersebut, mengalami penyakit (pembekuan darah) yang cukup parah, sehingga pengobatan diharuskan sampai dengan 3 (tiga) kali. Pada kasus penyakit yang tidak begitu berat untuk diobati, baisanya pengobatan hanya dilakukan 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali saja.
B. Cara Mempertahankan Tradisi Pengobatan Tradisional
1. Mewariskan Pengetahuan
Masyarakat yang mendiami kawasan Kabupaten Tojo Una-una, terkhusus yang berada di Desa Sansarino, cukup dikenal dengan cara mengobati penyakit (pembekuan darah) dengan cara pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Panjila. Cara pengobatan panjila, akan menjadi pilihan masyarakat Etnis Bare’e yang mana selain mudah untuk dijumpai dan juga bisa dikategorikan terjangkau dalam hal pembiayaan. Masyarakat yang datang berobat, biasanya sudah terlebih dahulu datang berobat kepada Dokter, hanya karena tidak mampu untuk ditangai, sehingga pengobatan alternatif panjila menjadi pilihan berikutnya. Tetapi hal tersebut tidak selalu demikian, ada juga beberapa masyarakat yang memilih untuk datang langsung berobat panjila.
Tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan atau cara untuk melakukan pengobatan alternatif panjila. Pada masyarakat Etnis Bare’e yang ada di Desa Sansarino hanya ada 2 (dua) orang saja yang memiliki pengetahuan tentang pengobatan alternatif panjila. Yaitu Ibu Ati dan Ibu eta. Dari ke2 (dua) orang yang memiliki pengetahuan pengobatan tersebut, salah satunya sudah lebih dahulu pergi (meninggal) yaitu ibu eta. Kepergiannya tersebut meninggalkan Ibu Ati seorang yang masih memiliki pengetahuan terkait pengobatan alternatif. Pengetahuan yang dimiliki oleh orang Tua sebelumnya, kadang kala diturunkan kepada anak-anaknya. Demikian pula paengobatan alternatif panjila. Pemberian pengetahuan yang diturunkan dari orang Tua, menjadi cara tersendiri bagi Ibu Ati untuk mengetahui cara pengobatan alternatif panjila. Hal tersebut seperti yang dikatakannya pada kutipan diatas. Masing-masing dalam pengobatan alternatif, memiliki cara-cara tersendiri untuk mewariskan pengetahuan yang didapatkan oleh orang Tua terdahulu yang kemudia diwariskan lagi kepada anak-anaknnya. Sementara pada ibu eta yang sudah lebih dahulu pergi (meninggal), tidak diketahui lagi siapa yang menjadi pewaris dari pengetahuan pengobatan alternatif yang dia miliki, akan tetapi banyak masyarakat yang bilang bahwa Ibu eta tidak memiliki keturunan (anak), hal tersebut memperkuat alasan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh Ibu eta Tidak diwariskan atau diturunkan kepada siapapun.
2. Menjadi Identitas
Pengobatan alternatif yang berada pada lingkungan masyarakat, kadang kala menjadikan hal tersebut sebagai identitas. Seperti masyarakat kaili yang dikenal dengan cara pengobatan alternatif Balia, pengobatan alternatif Motayok yang ada di Desa Bilalang Bolaang Mongondow, yang menjadikan daerah-daerah tersebut terkenal dengan pengobatan tradisionalnya. Hal tersebut juga berlaku pada masyarakat Etnis Bare’e yang ada di Desa Sansarino, yang masih mempertahankan pengobatan alternatif panjila. Terkenal dengan pengobatan alternatif tersebut, sehingga menjadikan Desa Sansarino cukup dikenal pada lingkup masyarakat Kabupaten Tojo Una-una. Pengobatan alternatif panjilai, bisa terbilang sangat terjangkau dalam hal pembiayaan. Jika datang berobat secara medis modern, tentunya akan memakan biaya yang sangat mahal, belum lagi tergantung jenis penyakit apa yang diderita dan cara penanganannya seperti apa. Pada kasus-kasus penyakit yang membutuhkan sentuhan alat bedah (operasi), akan sangat memakan biaya yang sangat mahal, dan cara perawatan yang bisa memakan waktu smapai berbulan-bulan. Penanganan penyakit secara medis modern dan pengobatan secara laternatif tentunya memiliki masing-masing kategori, tidak semua hal bisa di sembuhkan secara medis modern, begitupun dengan cara pengobatan alternatif.
Kesimpulan
Pengobatan alternatif panjila, masih dipertahankan sampai dengan sekrang oleh masyarakat suku Bare’e yang mendiami Desa Sansarino, Kecamatan Ampana Kota, Kabupaten Tojo Una-una. Yana mana pada pengobatan alternatif panjila lebih difokuskan pada penanganan penyakit pembekuan darah dan juga sakit kepala yang tak kunjung sembuh yang dialami oleh pasien. pengobaan alternatif panjila, memerlukan beberapa bahan yang diperlukan dalam tahap proses pengobatan. Seperti daung jagung kering, kapur siri, daun siri, pinang, dan kain putih. Untuk orang yang mengobati pembekuan darah atau sakit kepalah tersebut, masyarakat biasanya menyebutnya dengan sebutan to panjila.
Pengetahuan dalam pengobatan alternatif panjila, tidak didapatkan begitu saja. Biasanaya pengetahuan tersebut didaptkan dari pengetahuan orang tua terdahulu yang kemudian diturunkan terhadap anak-anaknya. Masyarakat yang datang berobat panjila, ada yang beberapa sudah datang berobat terlebih dahulu ke Dokter, lalu kemudian berobat panjila karena tidak mendapatkan hasil yang sesuai pada saat datang berobat ke Dokter. Ada juga masyarakat yang langsung datang berobat panjila sebelum datang ke Dokter. Biaya yang tak begitu mahal untuk dikeluarkan, menjadi alasan tersendiri bagi masyarakat untuk memilih pengobatan alternatif. Dalam proses pengobatan panjila, akan memakan waktu selama 1 (satu) bulan sampai dengan 2 (dua) atau 3 (tiga) pengobatan, tergantung ringan dan bertanya penyakit yang dialami oleh pasien.
Daftar Rujukan
Enjang, Indang. 1979. Ilmu kesehatan masyarakat (Pengobatan tradisonal).
Gerungan, W.A. (1987). Psikologi sosial. Eresco
Foster, George M dan Barbara Gallatin Anderson. 2013. Antropologi Kesehatan.Jakarta: UI Press.
Gazali, dkk. 2011. Perilaku pencarian pengobatan terhadap kejadian penyakit malaria pada suku mandar di Desa Lara Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Jurnal Penelitian, Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Hasanuddin.
Siregar, H.R.J. & Suratmin. (1991). Pengobatan tradisional pada masyarakat Bali. Yogyakarta: Kanisius.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Commentary on: | Eprints 0 not found. |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Antropologi Library of Congress Subject Areas > H Ilmu Sosial > Antropologi |
SWORD Depositor: | Users 0 not found. |
Depositing User: | Users 0 not found. |
Date Deposited: | 22 Jan 2025 07:16 |
Last Modified: | 06 Feb 2025 07:14 |
URI: | https://repository.untad.ac.id/id/eprint/121058 |
Baca Full Text: | Baca Sekarang |