PROBLEMATIKA YURIDIS PEMBENTUKAN INSTRUMEN HUKUM YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PASIEN

Perlindungan pasien selalu menjadi isu yang menarik untuk dibahas dalam relasi pemberian layanan kesehatan antara pasien dengan tenaga medis. Meski<span xss=removed>Â </span>kedudukan keduanya dalam berbagai teori dianggap seimbang namun praktiknya sulit untuk menggangap pasien berkedudukan seimbang dengan tenaga<span xss=removed>Â </span>medis. Peraturan yang berkaitan dengan perlindungan pasien juga masih tersebar dalam berbagai instrumen hukum yang berbeda. diterapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 yang direvisi menjadi Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,</span> <span xss=removed>banyak perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satunya adalah pembagian urusan pemerintahan daerah.<span xss=removed>Â </span>pelayanan kesehatan termasuk ke dalam urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan di daerahnya. Komite III DPD RI pada tahun 2018 mengajukan penyusunan RUU Perlindungan Pasien sebagai salah satu inisiatif dalam rangka fungsi legislasi dengan tujuan dapat meningkatkan pembangunan dalam bidang kesehatan terutatama terkait perlindungan hukum terhadap pasien. Dalam tulisan ini penulis ingin mengkaji mengenai apakah hak-hak pasien dalam pengaturan hukum kesehatan sebelumnya, seperti Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tidak akan bertentangan terhadap RUU Perlindungan Pasien yang diajukan oleh Komite III DPD RI. Adapun metode yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan metode pendekatan hukum normatif yakni suatu penelitian yang lebih menekankan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang isu hukum yang sedang diangkat, dan penulis juga akan menggunakan beberapa sumber lain yang dapat memberikan celah untuk nantinya dapat dilakukan analisis